Semoga memotivasi~~~
http://cara-motivasi.blogspot.com/2009/08/dermawan-rahasia.html
Cara Motivasi Untuk Membangun Diri Sendiri
Dermawan Rahasia
oleh: Woody McKay Jr,
Sebagai seorang supir selama beberapa tahun di
sekitar awal tahun 1910-an, ayahku menyaksikan majikannya yang kaya raya secara
diam-diam memberikan uang kepada banyak orang, dan sadar bahwa mereka tidak
akan pernah mampu mengembalikan uang itu.
Ada satu cerita yang menonjol dalam kenanganku
di antara banyak cerita yang disampaikan ayahku kepadaku. Pada suatu hari,
ayahku mengantar majikannya ke sebuah kota lain untuk menghadiri sebuah
pertemuan bisnis. Sebelum masuk ke kota itu, mereka berhenti untuk makan
sandwich sebagai ganti santap siang.
Ketika mereka sedang makan, beberapa orang
anak lewat, masing-masing menggelindingkan sebuah roda yang terbuat dari
kaleng. Salah seorang di antara anak-anak itu pincang. Setelah memperhatikan
lebih dekat, majikan ayahku tahu bahwa anak itu menderita club foot. Ia keluar
dari mobil dan menghentikan anak itu.
"Apakah
kakimu membuatmu susah?" tanya orang itu kepada si anak.
"Ya, lariku
memang terhambat karenanya," sahut anak itu.
"Dan aku
harus memotong sepatuku supaya agak enak dipakai. Tapi aku sudah ketinggalan.
Buat apa tanya-tanya?"
"Mm, aku
mungkin ingin membantu membetulkan kakimu. Apakah kamu mau?"
"Tentu
saja," jawab anak itu. Anak itu senang tetapi agak bingung menjawab pertanyaan
itu.
Pengusaha sukses
itu mencatat nama si anak lalu kembali ke mobil. Sementara itu, anak itu
kembali menggelindingkan rodanya menyusul teman-temannya.
Setelah majikan
ayahku kembali ke mobil, ia berkata, "Woody, anak yang pincang itu... namanya
Jimmy. Umurnya delapan tahun. Cari tahu di mana ia tinggal lalu catat nama dan
alamat orang tuanya. " Ia menyerahkan kepada ayahku secarik kertas
bertuliskan nama anak tadi.
"Datangi
orang tua anak itu siang ini juga dan lakukan yang terbaik untuk mendapatkan
izin dari orang tuanya agar aku dapat mengusahakan operasinya. Urusan
administrasinya biar besok saja. Katakan, aku yang menanggung seluruh
biayanya."
Mereka meneruskan
makan sandwich, kemudian ayahku mengantar majikannya ke pertemuan bisnis.
Tidak sulit
menemukan alamat rumah Jimmy dari sebuah toko obat di dekat situ. Kebanyakan
orang kenal dengan anak pincang itu.
Rumah kecil
tempat Jimmy dan keluarganya tinggal sudah harus di cat ulang dan diperbaiki di
sana sini. Ketika memandang ke sekeliling, ayahku melihat baju compang-camping
dan bertambal-tambal dijemur di seutas tali di samping rumah. Sebuah ban bekas
digantungkan pada seutas tambang pula pada sebuah pohon oak, tampaknya untuk
ayunan.
Seorang wanita
usia tiga puluh limaan menjawab ketukan pintu dan membuka pintu yang engselnya
sudah berkarat. Ia tampak kelelahan, dan tampangnya menunjukkan bahwa hidupnya
terlalu keras.
"Selamat
siang," ucap ayahku memberi salam. "Apakah Anda ibu Jimmy?"
Wanita itu agak
mengerutkan dahinya sebelum menyahut. "Ya. Apakah ia bermasalah?"
Matanya menyapu ke arah seragam ayahku yang bagus dan disetrika rapi.
"Tidak, Bu.
Saya mewakili seorang yang sangat kaya raya yang ingin mengusahakan kaki anak
Anda dioperasi agar dapat bermain seperti teman-temannya."
"Apa-apaan
ini, Bung? Tak ada yang gratis dalam hidup ini."
"Ini bukan
main-main. Apabila saya diperbolehkan menerangkannya kepada Anda dan suami
Anda, jika ia ada saya kira semuanya akan jelas. Saya tahu ini mengejutkan.
Saya tidak menyalahkan bila Anda merasa curiga."
Ia menatap ayahku
sekali lagi, dan masih dengan ragu-ragu, ia mempersilahkannya masuk.
"Henry," serunya ke arah dapur, "Ke mari dan bicaralah dengan
orang ini. Katanya ia ingin menolong membetulkan kaki Jimmy."
Selama hampir
satu jam, ayahku menguraikan rencananya dan menjawab pertanyaan-pertanya an
mereka. "Apabila Anda mengizinkan Jimmy menjalani operasi," katanya,
"Saya akan mengirimkan surat-suratnya untuk Anda tandatangani. Sekali
lagi, kami yang akan menanggung seluruh biayanya."
Masih belum bebas
dari rasa terkejut, orang tua Jimmy saling memandang di antara mereka.
Tampaknya mereka masih belum yakin.
"Ini kartu
nama saya. Saya akan menyertakan sebuah surat kalau nanti saya mengirimkan
dokumen-dokumen perizinan. Semua yang telah kita bicarakan akan saya tuliskan
dalam surat itu. Andai kata masih ada pertanyaan, telepon atau tulis surat ke
alamat ini." Tampaknya sedikit banyak ini memberi mereka kepastian. Ayahku
pergi. Tugasnya telah ia laksanakan.
Belakangan,
majikan ayahku menghubungi walikota, meminta agar seseorang dikirim ke rumah
Jimmy untuk meyakinkan keluarga itu bahwa tawaran tersebut tidak melanggar
hukum. Tentu saja, nama sang dermawan tidak disebutkan.
Tidak lama
kemudian, dengan surat-surat perizinan yang telah ditandatangani, ayahku
membawa Jimmy ke sebuah rumah sakit mewah di negara bagian lain untuk yang
pertama dari lima operasi pada kakinya.
Operasi-operasi
itu sukses. Jimmy menjadi anak paling disukai oleh para perawat di bangsal
ortopedi rumah sakit itu. Air mata dan peluk cium seperti tak ada habisnya
ketika ia akhirnya harus meninggalkan rumah sakit itu. Mereka memberikannya
sebuah kenang-kenangan, sebagai tanda syukur dan peduli mereka... sepasang
sepatu baru, yang dibuat khusus untuk kaki "baru"nya.
Jimmy dan ayahku
menjadi sangat akrab karena sekian kali mengantarnya pulang dan pergi ke rumah
sakit. Pada kebersamaan mereka yang terakhir, mereka bernyanyi-nyanyi, dan
berbincang tentang apa yang akan diperbuat oleh Jimmy dengan kaki yang sudah
normal dan sama-sama terdiam ketika mereka sudah sampai ke rumah Jimmy.
Sebuah senyum
membanjiri wajah Jimmy ketika mereka tiba di rumah dan ia melangkah turun dari
mobil. Orangtua dan dua saudara laki-lakinya berdiri berjajar di beranda rumah
yang sudah tua itu.
“Diam di
sana," seru Jimmy kepada mereka. Mereka memandang dengan takjub ketika
Jimmy berjalan ke arah mereka. Kakinya sudah tidak pincang lagi.
Peluk, cium dan
senyum seakan tak ada habisnya untuk menyambut anak yang kakinya telah
"dibetulkan" itu. Orang tuanya menggeleng-gelengka n kepalanya sambil
tersenyum ketika memandangnya. Mereka masih tidak bisa percaya ada orang yang
belum pernah mereka kenal mengeluarkan uang begitu banyak untuk membetulkan
kaki seorang anak laki-laki yang juga tidak dikenalnya.
Dermawan yang
kaya raya itu melepas kacamata dan mengusap air matanya ketika ia mendengar
cerita tentang anak yang pulang ke rumah itu.
"Kerjakan
satu hal lagi, " katanya, "Menjelang Natal, hubungi sebuah toko
sepatu yang baik. Buat mereka mengirimkan undangan kepada setiap anggota
keluarga Jimmy untuk datang ke toko mereka dan memilih sepatu yang mereka
inginkan. Aku akan membayar semuanya. Dan beritahu mereka bahwa aku melakukan
ini hanya sekali. Aku tidak ingin mereka menjadi tergantung kepadaku."
Jimmy menjadi
seorang pengusaha sukses sampai ia meninggal beberapa tahun yang lalu.
Sepengetahuanku,
Jimmy tidak pernah tahu siapa yang membiayai operasi kakinya.
Dermawannya, Mr,
HENRY FORD, selalu mengatakan lebih menyenangkan berbuat sesuatu untuk orang
yang tidak tahu siapa yang telah melakukannya.
"Ada
kebahagiaan yang kita rasakan dari menolong orang lain"
0 komentar:
Posting Komentar